Sosiolog Universitas Andalas Damsar, menyayangkan informasi asimetris yang terjadi sejak bergulirnya isu via pesan singkat (SMS) akan terjadinya gempa 11 SR pada 25 November 2010 di Sumbar, beberapa hari terakhir. Hal itu akhirnya menyebabkan warga mencari informasi di "pasar gelap" seperti ota lapau, melalui pesan singkat (SMS) atau medium lainnya.
"Pemerintah seharusnya mengkomunikasikan apa yang dilakukannya kepada publik, terkait penanggulangan bencana. Jangan malah menutup-nutupinya dengan dalih rapat tertutup untuk konsumsi terbatas," terang Damsar yang kini dipercaya jadi Ketua Kopertis Wilayah X, Rabu (24/11/2010).
Saat menjadi narasumber di acara sosialisasi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) tentang kebijakan perencanaan penanggulangan bencana, Damsar bertutur tentang pengalamannya menerima informasi tentang potensi gempa dari istrinya, yang bertugas di RS M Djamil, Padang.
"Istri saya bilang, Dirut telah mengumpulkan seluruh staf M Djamil, sebelum lebaran Idul Adha lalu. Dalam rapat itu, Dirut meminta seluruh tenaga medis mendaftarkan nomor handphone seluruh karyawan sehingga setiap waktu bisa dihubungi. Dalam rapat itu juga diterangkan tentang dampak gempa yang akan melanda Padang, yang membuat bulu saya merinding" terang Damsar dengan suara serak. Air matanya berlinang. Dia kemudian enggan melanjutkan keterangannya.
Hospital Disaster Plan
Terpisah, Humas dan Pengaduan Masyarakat RS M Djamil Padang, Gustafinof membenarkan cerita Damsar ini. Namun, tegasnya, pengumpulan staf itu dalam rangka sosialisasi tentang Hospital Disaster Plan (Rencana aksi rumah sakit terkait kebencanaan). Bukan tentang gempa yang akan segera terjadi.
"RS M Djamil merupakan rumah sakit ke-2 di Indonesia setelah RS Sanglah (Bali), yang memiliki Hospital Disaster Plan. Rencana aksi ini merupakan hal biasa, karena kita belajar dari pengalaman gempa 2009 yang penanganan korban gempa, tak terkoordinasi dengan baik. Berbagai rumah sakit di dunia juga melakukan hal serupa," terangnya.
Dalam rencana aksi itu, terangnya, rumah sakit memang melakukan mapping bencana dengan berbagai kondisi terburuk. "Dalam rancana aksi itu, kita bahkan merencanakan hingga detail beberapa hal mulai dari pasokan listrik, air dan beberapa hal lainnya yang tak terkait dengan dunia medis. Bahkan, dalam rencana aksi itu, kita menyiagakan para medis untuk 365 hari kerja dengan beberapa shift kerja," tegasnya sembari berharap, warga tak resah dan selalu mencari informasi dari narasumber yang jelas dan bisa dipertanggungjawabkan.
Penelusuran Posmetro (Group PadangToday), bergulirnya informasi asimetris ini di tengah masyarakat berawal, setelah rapat tertutup antara gubernur dan beberapa orang kepala daerah di Sumbar bersama Menkokesra, Mensos, Menteri PU dan Menteri Kehutanan di ruang VIP Bandara Internasional Minangkabau dan gubernuran, 15-16 November lalu. Rapat ini juga menghadirkan pimpinan SKPD di pemprov Sumbar.
Dalam salah satu sesi di rapat itu, Direktur Pesisir dan Kelautan Kementrian Kelautan dan Perikanan, Subandono Diposaptono menuturkan hasil penelitiannya tentang potensi gempa di perairan Kepulauan Mentawai. Esoknya, pimpinan SKPD yang hadir di rapat itu, mengumpulkan pejabat yang ada di unit kerjanya. Pimpinan SKPD itu lalu menyampaikan informasi yang disebutkan Subandono Diposaptono ini, hingga akhirnya menyebar ke masyarakat secara luas.
Adat 'maota,' informasi sejengkal bisa bertambah jadi sedepa, kemudian menjadi liar karena tersebar dari mulut-kemulut dengan sumber anonim (tak jelas-red). Menurut Damsar, dengan berseliwerannya informasi tentang gempa ke tengah masyarakat, tak tertutup kemungkinan, informasi dari mulut ke mulut ini disertai dengan berbagai 'bumbu' yang mungkin saja ada kandungan ilmiahnya.
"Dengan perantaraan teknologi, informasi ini tersebar melalui SMS ataupun milis. Hal ini tak akan terjadi jika gubernur dan bupati/wali kota menjelaskan secara detail ke warganya, seputar upaya mitigasi yang tengah dilakukan terkait potensi gempa yang ada di kawasan megathurst. Dengan begitu, warga mengetahui apa yang tengah dikerjakan pemerintah, dalam upaya mengurangi dampak yang diperkirakan akan terjadi," tegasnya.
"Pemerintah terlambat melakukan hal itu. Namun, tak ada salahnya menjelaskannya kembali saat ini." tambahnya.
Kepala Pusdalops Penanggulangan Bencana BPBD Sumbar menegaskan, informasi resmi terkait gempa Mentawai adalah yang bersumber dari Tim 9 yang diketuai staf khusus presiden Bidang Bencana dan Bantuan Sosial, Andi Arief, (POSMETRO, Minggu 7/11/2010). Katanya, tim ini beranggotakan ahli sesuai disiplin ilmunya masing-masing serta ahli dari Nanyang Technologi University (NTU) Singapura. Selain dari mereka itu (Tim 9-red), tegas Andi, perihal kegempaan di kawasan megathrust Mentawai yang diterangkan ahli lainnya, tak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. [POSMETRO PADANG]
No comments:
Post a Comment